Wayang Ukur

perjalanan kreatif Ki Sigit Sukasman, Yogyakarta

Archive for the category “Koleksi Wayang Ukur era 1980an pertengahan”

Buta (srambahan) 3 – wayang ukur.


Buta (srambahan) 3.   Wayang Ukur era pertengahan 1980 an.

.

BUTA (srambahan) 3.   Wayang Ukur era pertengahan 1980 an.File : WU87 02 26.  Foto : Stanley Hendrawdjaja.

BUTA (srambahan) 3. Wayang Ukur era pertengahan 1980 an.
File : WU87 02 26. Foto : Stanley Hendrawdjaja.

.

 

Buta (srambahan) 2 – wayang ukur.


.

Buta ( srambahan ) 2.   Wayang Ukur era pertengahan 1980 an.

.

BUTA srambahan 2.   Wayang Ukur era pertengahan 1980 an.File : WU87 02 22.   Foto : Stanley Hendrawidjaja, Bogor.

BUTA srambahan 2. Wayang Ukur era pertengahan 1980 an.
File : WU87 02 22. Foto : Stanley Hendrawidjaja, Bogor.

.

Parikesit Ratu – wayang ukur.


.

Parikesit Ratu.  Wayang Ukur era pertengahan 1980 an.

.

PARIKESIT RATU.   Wayang Ukur era pertengahan 1980 an.File : WU87 01 08 Parikesit Ratu.  Foto : Stanley Hendrawidjaja, Bogor.

PARIKESIT RATU. Wayang Ukur era pertengahan 1980 an.
File : WU87 01 08 Parikesit Ratu. Foto : Stanley Hendrawidjaja, Bogor.

.

 

Pancawala – wayang ukur.


.

Pancawala. Wayang Ukur era pertengahan 1980 an.

.

PANCAWALA.  Wayang Ukur era pertengahan 1980 an.  File : WU87 01 07 Pancawala.Foto : Stanley Hendrawidjaja, Bogor.

PANCAWALA. Wayang Ukur era pertengahan 1980 an. File : WU87 01 07 Pancawala.
Foto : Stanley Hendrawidjaja, Bogor.

.

 

Batas Pinggir Kelir – wayang ukur.


BATASPINGGIRKELIR. wayang ukur era 1980 an. File : WU87 02 33. Foto : Stanley Hendrawidjaja, Bogor

Batas Kelir – wayang ukur era 1980 an. File : WU87 02 33. Foto : Stanley Hendrawijaya, Bogor

.

Raksasa (belum diketahui namanya) – wayang ukur.


RAKSASA (belum diketahui namanya).

.

RAKSASA (belum diketahui namanya). Wayang Ukur era pertengahan 1980 an.
Foto : Stan Hendrawidjaja, Bogor.

.

Dekor – wayang ukur.


Dekor.

.

DEKOR. Wayang Ukur era pertengahan 1980 an.
Foto : Stan Hendrawidjaja, Bogor.

.

Buta ( srambahan / tokoh umum ) – wayang ukur.


Buta Srambahan.

.

BUTA ( Srambahan / Tokoh Umum ). Wayang Ukur era pertengahan 1980 an.
Foto : Stan Hendrawidjaja, Bogor.

.

Buta Terong – wayang ukur.


Buta Terong.

.

BUTA TERONG. Wayang Ukur era pertengahan 1980 an.
Foto : Stan Hendrawidjaja, Bogor.

.

Cakil – sorotan khusus (2) – wayang ukur.


Sebelum membaca halaman ini, harap lihat halaman sebelumnya.

Cakil – sorotan khusus (2)

.

Komentar-komentar di Facebook tentang Cakil Wayang Ukur era 1978, 1985 dan 1992 :

.

** Soegianto Gendheng :

waduch”…rumesep sakjroing ati,,,sae sanget anggone medhar,,jos jos

24 Februari 2011 pukul 16:46 · Suka 1

.

** Bram Palgunadi, Bandung :

Nek wis dadi artikel jozzzz tenin….

24 Februari 2011 pukul 17:00 · Suka

.

** Bram Palgunadi, Bandung :

Ini hasil melekan sambil ngopi di wayangan-nya Pak Amanu dkk. di ruang GSG Itenas malem Minggu, tanggal 19 Februari 2011, yang diteruskan dengan tidur lesehan di PSTK-ITB, mulai jam 03.00 pagi. Mas Budi Adi dan Mas Hoetomo DW, tidur lelap, sementara saya dan Mas Mawan melekan terus sampai pagi sambil ajar nggender barung 12 rumus, lalu terus sholat subuh sambil kedinginan, terus jam 05.30 mulai motret wayang dua ekor sampai agak siang, terus sarapan bubur ayam berlima di depan ITB dengan Mas dr. Sam Askari sebagai ‘team leader’ (sing mbayari), terus ngobrol di pinggir lapangan timur ITB sambil rokokan, terus nampang dan saling motret, terus agak siang baru bubaran, pulang ke rumah masing-masing (mulih nyang kandhange dhewe-dhewe).

 

Pazukan melekan wayangan terdiri dari Mas Budi Adi Soewirjo, Mas Mawan, Mas Hoetomo DW, dan saya…… Menjelang siang ketambahan Mas dr. Sam Askari….. + ‘aa’ penjual bubur ayam di depan ITB….

 

Hasilnya, pazukannya Mas Budi Adi cs, membawa pulang dokumentasi 64 ekor Wayang Ukur yang dulu lebih sering kita sebut sebagai ‘Wayang Doea Ekor’…. gara-gara setiap kali pentas, selalu dimulai dengan maburnya dua ekor burung garuda sebagai awal cerita, dan syair lagu pengiringnya yang berbahasa Indonesia, memang dimulai dengan kalimat “dua ekor burung garuda ……”

 

Itu zaman keemasan Mas Budi Adi, Hoetomo, dan saya; karena kita semua masih mahasiswa dan memang masih muda. Kalau sekarang sih, semuanya kecuali Mas Mawan, sudah pada kolotz (tua)….. Semangatnya aja yang masih menyala-nyala, sampai kemarin itu direwangi tidur di lantai beralas tikar di ruang PSTK-ITB. Hasilnya, pinggang pegal, kaki pegel, tangan kiyu, mata kuyu…. he he he….

24 Februari 2011 pukul 17:41 · Suka · 2.

.

** Endah Handayani :

Kalo blh mo ikut nimbrung..saya dr msh kecil, sampai skrg msh agak heran dan penasaran sama adegan cakil..waktu ktemu arjuna kan dah mati lha kok msh ktemu lg sa5 abimanyu yg adlh anak dr arjuna..kenapa begitu ya..

24 Februari 2011 pukul 18:03 · Suka · 1.

.

** Wayang Nusantara (Indonesian Shadow Puppets)  :

Mas Bram > artikel saya tambahi kalimat : JREEENG ditulis dengan huruf besar semua karena semua instrument balungan dibunyikan dengan segera bersama sekeras-kerasnya. Istilah karawitannya “ Buka ….. “ (apa ya?) . Kalau pengakhiran lagu de

ngan irama cepat dan dipukul keras, istilah karawitannya “ Suwuk Gropak “.

 

Nuwun sewu diwaos meneh lan ditulungi apa kuwi istilah karawitane yen buku saksora sorane lampah seseg . Nek buka seseg lan sora, mandheg greg , kuwi istilahe ” Suwuk Gropak ” .

24 Februari 2011 pukul 18:10 · Suka.

.

** Bram Palgunadi, Bandung :

Istilahipun ‘buka sora’ = buka ditabuh secara sangat keras (very loud intro), ‘tabuh sora’ = tabuhan menghasilkan suara yang sangat keras (very loud sound), ‘laya seseg’ = kecepatan tinggi (very fast speed), ‘irama seseg’ = irama cepat (fast rithm), ‘suwuk sesegan’ = berhenti secara mendadak, ‘suwuk gropak’ = berhenti secara mendadak dengan tabuhan yang sangat keras.

24 Februari 2011 pukul 18:18 · Suka · 1.

.

** Wayang Nusantara (Indonesian Shadow Puppets)  :

Yth Ibu Endah Handayani > Salah satu tafsir mengenai kemunculan Cakil di banyak lakon di bermacam generasi. He3 … seperti iklan provider celuler aja : ” Nggak ada matinya … si Cakil ini “, sbb :

Cakil adlh mewakili raksasa yang angkara murka, berwatak jahil methakil, drengki srei … pokoknya yang jahat2. Dia muncul menghadang jalannya seorang satria yang sedang melakukan perjalanan mengemban amanat baik. Misalkan amanat dari dirinya sendiri melakukan perjalanan mencari Bapaknya ( bisa ditafsirkan mencari ilmu atau kebenaran atau melihat ke dalam mencari jati diri sendiri ). Bisa juga satria diutus oleh Begawan untuk turun gunung mengemban suatu tugas.

 

Di tengah jalan, Cakil menghadang. Semua perjalanan hidup manusia segala jaman pasti mengalami cobaan, halangan, kesulitan, derita yang nggrecoki sang Ksatria.

 

Ksatria harus mampu menanggulangi semua hal tersebut agar bisa melanjutkan perjalanannya sesuai amanat tujuan dan sampai sasaran dengan sukses berhasil.

 

Cakil nggak ada matinya. Namun Ksatria nggak ada lelahnya membasmi.

 Nuwun. BAS

24 Februari 2011 pukul 18:23 · Suka . 1

.

** Stan Hendrawidjaja, Bogor :

Mas Budi, saya usul agar datum pemotretan klo bisa diatur hingga tidak numpang di wayangnya, atau dihilangkan saja. emangnya sedemikian pentingnya sampe perlu ditampilkan? kan yang penting era pembuatan Wayang Ukurnya, bukan tanggal pemotretan .. nuwun!

24 Februari 2011 pukul 18:31 · Batal Suka · 2.

.

** Bram Palgunadi, Bandung :

Siapakan ‘cakil’ itu?

 

Cakil adalah ‘sisi gelap’ (dark side) manusia, yang merupakan keinginan untuk berbuat buruk atau rendah (dalam bahasa Jawa disebut ‘watak candhala’). Sedangkan kstaria, mewakili kondisi kehidupan yang seharusnya dilak

sanakan manusia (bright side). Karenanya, pertempuran antara watak baik (budi luhur) dan watak buruk (budi candhala) manusia selalu terjadi kapanpun, dimanapun, dan di dalam diri siapapun. Karena itu pula, maka pada setiap pagelaran wayang yang manapun, selalu ditampilkan kedua perwakilan watak itu (baik dan buruk) dalam bentuk pertemuan dan pertempuran antara seorang ksatria dengan cakil. Karena watak buruk itu tidak selalu berwajah menyeramkan, maka direfleksikan dalam bentuk ‘cakil’ yang sebenarnya tidak benar-benar berujud denawa, tetapi lebih mirip manusia biasa tetapi berwajah atau bersifat denawa (raksasa).

 

Dalam melakonkan tokoh cakil, dhalang selalu menampilkan suara yang nyaris seperti manusia biasa, bukan suara yang menakutkan seperti layaknya raksasa. Kalimat yang digunakan dhalang, juga kalimat yang ditampilkan penuh kesombongan, bernada tinggi, terlampau percaya diri, seakan tak ada yang bisa mengalahkan, selalu merendahkan orang lain, dan terlampau banyak omong. Cakil juga sering ditampilkan dalam kondisi banyak gerak yang tidak efisien dan seringkali juga sama sekali tidak efektif.

 

Lalu tanyakanlah kepada diri kita sendiri dan jawablah secara jujur. Bukankah kita seringkali juga berperi-laku seperti cakil……?

24 Februari 2011 pukul 18:40 · Batal Suka · 2.

.

** Isyana Dewa, Jakarta :

cakil, muncul dlm ‘perang kembang”, yang dalam penafsiran saya pribadi adalah :

 1. wahana bagi dalang untuk menunjukkan kepiawaiannya memainkan wayang kulit, khususnya dalam sabetan.

 2. wahana bagi penari, baik bambangan maupun cakilnya, un

tuk menunjukkan kebolehannya dalam olah gerak tari.

 3. wahana dalam wayang untuk menggambarkan, bahwa setiap langkah (baik), pasti ada hambatannya, antara lain sebagai hambatan adalah cakil dan raksasa kawan2nya. Cakil biasanya muncul ketika seorang satria/bambangan ‘turun gunung’ untuk memenuhi dharma kekesatriaannya, dan dia harus mengalahkan hambatan2 tsb, termasuk hambatan (=cakil2 dan raksasa2) dari dalam dirinya sendiri.

 

wayang di atas cukup bagus dan kreatif, meskipun menurut saya kepalanya terlalu besar, tidak sebanding dg badannya.

 

Maturnuwun tag-nya. Maju terus kesenian wayang nusantara, jangan biarkan musna..

24 Februari 2011 pukul 18:41 · Batal Suka · 1.

.

** Budi Soewirjo, Tangerang Selatan :

P Stanley > Sendhika dhawuh, kula cobi mawi software mangke.

M Bram, P Isyana > matur nuwun sampun kersa ‘ medhar sabda ‘ , nambah wawasan kita sadaya.

24 Februari 2011 pukul 18:54 · Suka.

.

** Isyana Dewa, Jakarta :

Halah, Pak Budi ethok2 ora pirsa…

24 Februari 2011 pukul 18:55 · Suka.

.

** Budi Soewirjo, Tangerang Selatan :

P Isyana > He3 … isa wae p Is. Nutup mata nganggo driji ning sithik2 dibenggangke kanggo nginjen … he3. Nuwun lho p Is. Sugeng dalu. Mugi P Is sakeluarga tansah pinaringan karahayon. Amin.

24 Februari 2011 pukul 18:58 · Suka · 1.

.

** Isyana Dewa, Jakarta :

sugeng dalu ugi Pak Budi. Mugi rahayu ugi, lan kraharjan ingkang pinanggih..

24 Februari 2011 pukul 19:02 · Batal Suka · 1.

.

** Bram Palgunadi, Bandung :

Mas Budi Adi Soewirjo ternyata engkau bisa juga melucu…… tulisanmu yang berisi ‘antawacana’ eta alus pisan euy, padahal basa jaman sakolah baheula, rasana didinya teh serius pisan….. he he he Beuki kolotz teh jadi beuki lucu euy….. (basa Sunda abdi teh ternyata ripuh pisan)..

24 Februari 2011 pukul 19:02 · Batal Suka · 1.

.

** Budi Soewirjo, Tangerang Selatan :

M Bram > Heu3 … Abdi mah ayeuna sdh takut nyarios sunda 😦 . Akang Sam bisa senyum2 mendengarnya.

Bandung … Bandung … 30 ~ 36 th lalu ketika pagi embun masih menghampiri kaca jendela Akang Sam di jl Marconi , kala tengah malam suara gamelan dan kepyak membahana di aula barat … hmm.

Bram, silaturachim dan kegilaan wayang kita harus tetap terjaga sampai akhir hayat. Nanti, ketika wancinya Ingkang Akarya Jagad nimbali , awake dewe sowan kanthi sumringah lahir batin.

Mugi Gusti angijabahaken.

Ayak-ayakan …

24 Februari 2011 pukul 19:25 · Suka · 1.

.

** Bram Palgunadi, Bandung :

Nggih Mas, menawi mangke kula dipun timbali Ingkang Kuwaos, sak saget-sagetipun menawi taksih kaparingan wekdal sawatawis, kula badhe nyuwun dipun iringi Gendhing Laler Mengeng Jangkep, minggah Ladrang Tlutur, lajeng minggah Ayak-ayak Tlutur gagrak Pesisir, kalajengaken Srepegan Tlutur, teras sampak Tlutur, suwukipun sirepan kados Talu. Lajeng dipun suluki sendhon Tlutur gagrak Pesisir. Kadosipun pas lan sae sanget kangge ngiringaken kula sowan mring ngarsanipun Gusti Ingkang Murbeng Dumadi…..

24 Februari 2011 pukul 19:33 · Batal Suka · 3.

.

** Stan Hendrawidjaja, Bogor :

Cakil adalah perlambang manusia yang celaka karena solah-tingkahnya sendiri, seperti telah diuraikan oleh P Bram Palgunadi dan P Isyana Dewa di atas. Pada Cakil semuanya berlebih: rahang bawah berlebih, bawa keris juga 2, 1 diwangking dan 1

 lagi dianggar; gerakan juga berlebihan, dsb. Akhirnya malah mati oleh kerisnya sendiri ..

 

Saya ada foto Cakil buatan era 80-an,ternyata seperti statement Mas Kasman sendiri, bahwa dalam perjalanannya mencari kesempurnaan bentuk wayang, mula2 beliau ‘lari’ meninggalkan bentuk klasik, tetapi makin lama makin merasakan keindahan yang terkandung pada design wayang klasik,sehingga bentuk2 Wayang Ukur di era 80 dan 90-an makin terasa mendekati lagi bentuk klasik. Ini akan terlihat jelas bila kita sandingkan kedua Cakil Wayang Ukur ini nanti ..

24 Februari 2011 pukul 19:40 · Suka · 2.

.

** Budi Soewirjo, Tangerang Selatan :

Lha inggih. Bebrayan Jawi mesthinipun saged mekaten. Ing bebrayan Bali, irid-iridan layon tumuju pasetran kairingi gendhing gamelan Bali instrument ringkes (ceng2 kaliyan kethuk lan setunggal gong). Ananging ing mrika malah gendhing ingkang iramanipun gembira ‘ Bale Ganjur ‘ lan rame sanget.

Sumangga Mas, mugi saged kasembadan punapa ingkang dipun galih.

24 Februari 2011 pukul 19:41 · Suka · 1.

.

** Budi Soewirjo, Tangerang Selatan :

P Stanley > Matur nuwun tambahannya sbg wawasan kita.

 

Mengenai paragraf kedua Bapak, cocok dgn cerita m Bram Palgunadi (yg dr dulu s/d skrng mukim di Bandung & terus giat ‘mengawal’ di PSTK ITB ; sedangkan saya sdh ciao dr Bandung) bhw di era 1980-an alm Ki Sigit Sukasman matur ke alm Ir Suhartoyo (motor ekplorasi wayang ukur di PSTK ITB) , mau nyuwun kembali semua wayang ukur era 1970-an, keinginannya sangat kuat bahkan uang yang pernah diterima alm Ki Sigit Sukasman utk biaya pembuatan wayang ukur era 1970-an akan dikembalikan semua.

 

Lha, entah, apakah ini sifat2 nyleneh empu atau pakar seni , alm Ki Sigit Sukasman ‘ kawetu ‘ niatnya utk membakar semua karya nya sendiri. Alasan nya : dia merasa ‘ getun ‘ kok menghasilkan karya seni kriya wayang kulit purwa Jawa seperti itu. Masyarakat tak usah lagi melihat bentuk karya nya yang era 1970-an.

 

Alm Ir Suhartoyo tidak memenuhi permintaan alam Ki Sigit Sukasman dan meminta wayang ukur tsb disimpan di PSTK ITB.

 

Nuwun.

24 Februari 2011 pukul 19:54 · Suka.

.

** Sam Askari Soemadipradja, Bandung :

wadoooh….susah ngerti…nuhun…..

24 Februari 2011 pukul 19:59 · Suka.

.

** Mawan Sugiyanto, Depok :

hmmm… ning nang nung .. rep sidem permanem datan ana sabawane.. walang alisik.. gegodongan datan ebah samirana datan lumampah…

 

masih setia menyimak dengan baik, terima kasih para senior PSTK-ITB Pak Budi, Pak Bram selalu nguri-uri lan memetri wayang.

 

ternyata kula gadhah simpanan Cakil saking pagelaran Wayang Ukur di TMII. Kula tambah ing ngandap njih Pak Budi.

24 Februari 2011 pukul 20:00 · Suka.

.

** Budi Soewirjo, Tangerang Selatan :

Akang Sam > Puuunteeen … nanti kami siapkan bahasa Nusantara nya.

24 Februari 2011 pukul 20:00 · Suka · 1.

.

** Sam Askari Soemadipradja, Bandung :

heu heu……

24 Februari 2011 pukul 20:04 · Suka.

.

** Stan Hendrawidjaja, Bogor :

Mas Kasman (saya tidak leluasa menyebutnya sebagai Ki Sigit Sukasman – maaf) telah memperkaya khazanah pewayangan kita dengan Wayang Ukur-nya yang memiliki ciri khas dan tidak ada duanya dalam jagad Pewayangan: mengintegrasikan unsur ART NOUVEAU ke dalam ornamentasi wayang sedemikian elegannya sehingga terbentuk suatu style yang baru, yang lain dari yang telah ada, namun tetap WAYANG!

24 Februari 2011 pukul 20:04 · Suka.

.

** Budi Soewirjo, Tangerang Selatan :

Mangga’ atuh dik Mawan ( blm terlalu lama lulus dr Bogor, bhs Sunda nya pasti masih ‘mlipis’ ).

Hebat … hebat … kita akan lihat yang kagungan p Stanley era 1980-an , dan lihat foto dik Mawan yang era 2010-an.

24 Februari 2011 pukul 20:04 · Suka.

.

** Budi Soewirjo, Tangerang Selatan :

Dik Mawan > dlm pidato sambutan para sepuh sblm pentas wayang kulit Ki Purbo Asmoro di Unkris Jatiwaringin , awal tahun 2011 , pituturnya : jangan hanya nguri-uri, tapi juga harus nguripke wayang.

( catatan : apakah sebenarnya dlm kata nguri-uri sdh terkandung maksud nguripke ? )

24 Februari 2011 pukul 20:09 · Suka.

.

** Stan Hendrawidjaja, Bogor :

menurut pendapat saya, ‘nguri-uri’ itu lebih ke memelihara/mempreservasi yang sudah ada, sedangkan ‘nguripake’ lebih ke pengertian pengembangan, membuat sesuatu yang belum ada nunggak semi pada yang sudah ada ..

maaf lho klo keliru pendapat saya ini ..

24 Februari 2011 pukul 20:19 · Suka.

.

** Wuku Wayang, Bekasi :

iya,saya lebih condong ke nguripake budaya…budaya itu memang harus berkembang kok…udah perintah Yg Menciptakan,klo mau tidak punah ya harus berkembang….:)

24 Februari 2011 pukul 20:24 · Suka.

.

** Mawan Sugiyanto, Depok :

‎@Pak Budi : foto cakil yang ini hanya kebetulan saja Pak, versi cepat.. kebetulan menyimpan Cakil. Sepertinya tahunnya 1992 .. karena hanya terlihat separuh.

 

@Pak Stan : kalau kata “memetri” itu dari kata apa Pak? meski e-wayang slogannya “nguri-uri lan memetri kabudayan” sebenarnya belum tahu makna tersurat dan tersiratnya secara gamblang.

 

24 Februari 2011 pukul 20:25 · Suka.

.

** Stan Hendrawidjaja, Bogor :

Wah, Mas Mawan klo nanya jangan yang susah2 .. he .. he .. Doc Atjok, apa tuh artinya ‘memetri’ seperti dalam kata Paguyuban ‘Memetri Wiji’ di Solo?

24 Februari 2011 pukul 20:33 · Suka.

.

** Mawan Sugiyanto, Depok :

Sudah ditambahkan untuk wayang ukur era 90an. Tertulis di palemahan 27-11-92.

@Pak Stan : 🙂 maklum Pak, kami yang muda masih taklid buta dulu.. biar tidak ikut2an jadi “santri koplak”

24 Februari 2011 pukul 20:35 · Suka.

.

** Wuku Wayang, Bekasi :

Memetri itu di Jogja…klo Sala,namanya ngrukti….hehe

24 Februari 2011 pukul 20:45 · Suka.

.

** Stan Hendrawidjaja, Bogor :

lha ini Cakil era 1992 mirip banget dengan yang era 80-an Mas Mawan ..

24 Februari 2011 pukul 20:48 · Suka.

.

** Mawan Sugiyanto, Depok :

ooo.. pahtan mas-masan dan bintulunya keluar lagi .. 🙂

24 Februari 2011 pukul 20:51 · Suka.

.

** Stan Hendrawidjaja, Bogor :

Cakil tahun 1978 ana kalamenjinge barang .. anatominya sangat manusiawi n ke arah realism-naturalism, jadi memang kalau dilihat lagi memang perjalanan seni Mas Kasman itu mundur dulu beberapa langkah untuk kemudian ‘lari’ ke depan ..

24 Februari 2011 pukul 20:59 · Suka.

.

** Stan Hendrawidjaja, Bogor :

Pablo Picasso dan pelukis2 ternama yang lain juga selalu melewati phase realism-naturalism dulu sebelum menemukan style-nya sendiri di tlatah surrealism atau expressionism ..

24 Februari 2011 pukul 21:03 · Suka · 1.

.

** Wuku Wayang, Bekasi :

iya betul…sebaiknya emang begitu fasenya…jangan langsung lompat ke ekspresionis dulu klo yg naturalis belum menguasai….:)

24 Februari 2011 pukul 21:09 · Suka.

.

* * Joko Khelek, Jakarta :

Aku tetap suka yang gambar bawah…lebih ekpresif. tidak jauh dari pekem…tapi mengalami pembaruan yang cukup baik…

24 Februari 2011 pukul 22:22 · Suka.

.

** Tjahjono Rahardjo, Semarang :

Saya sependapat dengan Mas Joko Khelek

25 Februari 2011 pukul 7:02 · Suka.

.

** Widyanto Dn, BSD :

Ooh ada pak Stanley di sini. Selamat pagi pak, masih ingat saya?

25 Februari 2011 pukul 7:10 · Suka.

.

** Begawan Ciptaning Mintaraga, Denpasar :

Cangkul eh salah maaf, Cakil selalu bermata kriyipan sebagai perlambang licik dan meremehkan orang lain. Jadi saya pun lebih suka dengan yang bawah sesuai dengan perwatakan Cakil yang gemulai dan menyebalkan hehehehehe

25 Februari 2011 pukul 8:03 · Suka.

.

** Stan Hendrawidjaja, Bogor :

Inget banget sama Widyanto Dwi Nugroho .. he .. he .. akhirnya nglumpuk juga di sini ..

25 Februari 2011 pukul 10:26 · Suka.

.

** Wayang Nusantara (Indonesian Shadow Puppets) :

P Stanley, dik Mawan lan para kadang sutresna > Posting sudah saya lengkapi dengan tampilan foto sumbangan P Stanley : Cakil Wayang Ukur era 1985 , smg kita bisa makin memahami Wayang Ukur. Sumangga. Nuwun. BAS

26 Februari 2011 pukul 7:20 · Suka.

.

** Mawan Sugiyanto, Depok :

matur nuwun Pak.. hikmahnya bagi saya secara visual mungkin memang kita harus bisa eksplorasi lebih lanjut bahwa tidak hanya bledekan, garuda mungkur, gajah mungkur, singa mungkur, lawa mungkur, bangau mungkur, badak mungkur, naga mungkur, kumbang mungkur, …….

26 Februari 2011 pukul 8:54 · Suka.

.

** Stan Hendrawidjaja, Bogor :

Kemungkinan ‘perjalanan’ mencari bentuk wayang seperti yang dialami Sigit Sukasman ini juga pernah djalani oleh empu2 wayang kita zaman dahulu, hingga tercapailah ‘bentuk dasar’ yang sekarang ini sebagai yang paling optimal.

 

Namun tetap saja masih menyisakan ‘ruang gerak’ yang cukup luas bagi kita untuk mengembangkannya, misalnya design ornamentasi (seperti disebutkan Mas Mawan di atas), tatahan, detail2 tangan dan kaki (menampilkan jempol kaki?), stilisasi pada wayang Kapi n Raksasa, dsb. dsb.

 

Saya berikan satu contoh yang menurut pendapat saya sudah ‘jatuh tempo’ untuk dibenahi: design TALI PRABA, yang sangat tidak logis! Coba kita pikirkan lagi bersama, karena yang sekarang ini sangat sangat mengganggu logika .. Ayo Dik Christ, Mas Rudy WP, dll. yang suka nyorek, saya yakin ada solusi yang lebih baik. Mulailah dari tali praba Dewasrani atau Ratu Sabrangan Bagus yang tidak memakai kalung ulur-ulur! …

 

26 Februari 2011 pukul 9:57 · Suka.

.

** Mawan Sugiyanto, Depok :

di bagian apa ya Pak yang mengganggu? kok bagi saya masih ok.. mengikat praba… kemudian ada lipatan belakang.

26 Februari 2011 pukul 10:13 · Suka.

.

** Stan Hendrawidjaja, Bogor :

Logisnya tali praba tidak menyilang di depan dada, melainkan dari belakang hanya mengait di bahu kiri n kanan, balik ke belakang lagi.Coba bandingkan dengan tali praba pada Wayang Wong ..

26 Februari 2011 pukul 10:28 · Suka.

.

** Iskandar Sumowiloto, Purwokerto :

Pengalaman saya, sebagai orang yang kurang prigel ‘nyabetke wayang’, ndhalang di PSTK ITB menggunakan Cakilnya Pak Kasman , lebih susah diperagakan.

26 Februari 2011 pukul 15:50 · Suka.

Navigasi Pos