Wayang Ukur

perjalanan kreatif Ki Sigit Sukasman, Yogyakarta

Archive for the category “Kutipan komentar.”

Cakil – sorotan khusus (2) – wayang ukur.


Sebelum membaca halaman ini, harap lihat halaman sebelumnya.

Cakil – sorotan khusus (2)

.

Komentar-komentar di Facebook tentang Cakil Wayang Ukur era 1978, 1985 dan 1992 :

.

** Soegianto Gendheng :

waduch”…rumesep sakjroing ati,,,sae sanget anggone medhar,,jos jos

24 Februari 2011 pukul 16:46 · Suka 1

.

** Bram Palgunadi, Bandung :

Nek wis dadi artikel jozzzz tenin….

24 Februari 2011 pukul 17:00 · Suka

.

** Bram Palgunadi, Bandung :

Ini hasil melekan sambil ngopi di wayangan-nya Pak Amanu dkk. di ruang GSG Itenas malem Minggu, tanggal 19 Februari 2011, yang diteruskan dengan tidur lesehan di PSTK-ITB, mulai jam 03.00 pagi. Mas Budi Adi dan Mas Hoetomo DW, tidur lelap, sementara saya dan Mas Mawan melekan terus sampai pagi sambil ajar nggender barung 12 rumus, lalu terus sholat subuh sambil kedinginan, terus jam 05.30 mulai motret wayang dua ekor sampai agak siang, terus sarapan bubur ayam berlima di depan ITB dengan Mas dr. Sam Askari sebagai ‘team leader’ (sing mbayari), terus ngobrol di pinggir lapangan timur ITB sambil rokokan, terus nampang dan saling motret, terus agak siang baru bubaran, pulang ke rumah masing-masing (mulih nyang kandhange dhewe-dhewe).

 

Pazukan melekan wayangan terdiri dari Mas Budi Adi Soewirjo, Mas Mawan, Mas Hoetomo DW, dan saya…… Menjelang siang ketambahan Mas dr. Sam Askari….. + ‘aa’ penjual bubur ayam di depan ITB….

 

Hasilnya, pazukannya Mas Budi Adi cs, membawa pulang dokumentasi 64 ekor Wayang Ukur yang dulu lebih sering kita sebut sebagai ‘Wayang Doea Ekor’…. gara-gara setiap kali pentas, selalu dimulai dengan maburnya dua ekor burung garuda sebagai awal cerita, dan syair lagu pengiringnya yang berbahasa Indonesia, memang dimulai dengan kalimat “dua ekor burung garuda ……”

 

Itu zaman keemasan Mas Budi Adi, Hoetomo, dan saya; karena kita semua masih mahasiswa dan memang masih muda. Kalau sekarang sih, semuanya kecuali Mas Mawan, sudah pada kolotz (tua)….. Semangatnya aja yang masih menyala-nyala, sampai kemarin itu direwangi tidur di lantai beralas tikar di ruang PSTK-ITB. Hasilnya, pinggang pegal, kaki pegel, tangan kiyu, mata kuyu…. he he he….

24 Februari 2011 pukul 17:41 · Suka · 2.

.

** Endah Handayani :

Kalo blh mo ikut nimbrung..saya dr msh kecil, sampai skrg msh agak heran dan penasaran sama adegan cakil..waktu ktemu arjuna kan dah mati lha kok msh ktemu lg sa5 abimanyu yg adlh anak dr arjuna..kenapa begitu ya..

24 Februari 2011 pukul 18:03 · Suka · 1.

.

** Wayang Nusantara (Indonesian Shadow Puppets)  :

Mas Bram > artikel saya tambahi kalimat : JREEENG ditulis dengan huruf besar semua karena semua instrument balungan dibunyikan dengan segera bersama sekeras-kerasnya. Istilah karawitannya “ Buka ….. “ (apa ya?) . Kalau pengakhiran lagu de

ngan irama cepat dan dipukul keras, istilah karawitannya “ Suwuk Gropak “.

 

Nuwun sewu diwaos meneh lan ditulungi apa kuwi istilah karawitane yen buku saksora sorane lampah seseg . Nek buka seseg lan sora, mandheg greg , kuwi istilahe ” Suwuk Gropak ” .

24 Februari 2011 pukul 18:10 · Suka.

.

** Bram Palgunadi, Bandung :

Istilahipun ‘buka sora’ = buka ditabuh secara sangat keras (very loud intro), ‘tabuh sora’ = tabuhan menghasilkan suara yang sangat keras (very loud sound), ‘laya seseg’ = kecepatan tinggi (very fast speed), ‘irama seseg’ = irama cepat (fast rithm), ‘suwuk sesegan’ = berhenti secara mendadak, ‘suwuk gropak’ = berhenti secara mendadak dengan tabuhan yang sangat keras.

24 Februari 2011 pukul 18:18 · Suka · 1.

.

** Wayang Nusantara (Indonesian Shadow Puppets)  :

Yth Ibu Endah Handayani > Salah satu tafsir mengenai kemunculan Cakil di banyak lakon di bermacam generasi. He3 … seperti iklan provider celuler aja : ” Nggak ada matinya … si Cakil ini “, sbb :

Cakil adlh mewakili raksasa yang angkara murka, berwatak jahil methakil, drengki srei … pokoknya yang jahat2. Dia muncul menghadang jalannya seorang satria yang sedang melakukan perjalanan mengemban amanat baik. Misalkan amanat dari dirinya sendiri melakukan perjalanan mencari Bapaknya ( bisa ditafsirkan mencari ilmu atau kebenaran atau melihat ke dalam mencari jati diri sendiri ). Bisa juga satria diutus oleh Begawan untuk turun gunung mengemban suatu tugas.

 

Di tengah jalan, Cakil menghadang. Semua perjalanan hidup manusia segala jaman pasti mengalami cobaan, halangan, kesulitan, derita yang nggrecoki sang Ksatria.

 

Ksatria harus mampu menanggulangi semua hal tersebut agar bisa melanjutkan perjalanannya sesuai amanat tujuan dan sampai sasaran dengan sukses berhasil.

 

Cakil nggak ada matinya. Namun Ksatria nggak ada lelahnya membasmi.

 Nuwun. BAS

24 Februari 2011 pukul 18:23 · Suka . 1

.

** Stan Hendrawidjaja, Bogor :

Mas Budi, saya usul agar datum pemotretan klo bisa diatur hingga tidak numpang di wayangnya, atau dihilangkan saja. emangnya sedemikian pentingnya sampe perlu ditampilkan? kan yang penting era pembuatan Wayang Ukurnya, bukan tanggal pemotretan .. nuwun!

24 Februari 2011 pukul 18:31 · Batal Suka · 2.

.

** Bram Palgunadi, Bandung :

Siapakan ‘cakil’ itu?

 

Cakil adalah ‘sisi gelap’ (dark side) manusia, yang merupakan keinginan untuk berbuat buruk atau rendah (dalam bahasa Jawa disebut ‘watak candhala’). Sedangkan kstaria, mewakili kondisi kehidupan yang seharusnya dilak

sanakan manusia (bright side). Karenanya, pertempuran antara watak baik (budi luhur) dan watak buruk (budi candhala) manusia selalu terjadi kapanpun, dimanapun, dan di dalam diri siapapun. Karena itu pula, maka pada setiap pagelaran wayang yang manapun, selalu ditampilkan kedua perwakilan watak itu (baik dan buruk) dalam bentuk pertemuan dan pertempuran antara seorang ksatria dengan cakil. Karena watak buruk itu tidak selalu berwajah menyeramkan, maka direfleksikan dalam bentuk ‘cakil’ yang sebenarnya tidak benar-benar berujud denawa, tetapi lebih mirip manusia biasa tetapi berwajah atau bersifat denawa (raksasa).

 

Dalam melakonkan tokoh cakil, dhalang selalu menampilkan suara yang nyaris seperti manusia biasa, bukan suara yang menakutkan seperti layaknya raksasa. Kalimat yang digunakan dhalang, juga kalimat yang ditampilkan penuh kesombongan, bernada tinggi, terlampau percaya diri, seakan tak ada yang bisa mengalahkan, selalu merendahkan orang lain, dan terlampau banyak omong. Cakil juga sering ditampilkan dalam kondisi banyak gerak yang tidak efisien dan seringkali juga sama sekali tidak efektif.

 

Lalu tanyakanlah kepada diri kita sendiri dan jawablah secara jujur. Bukankah kita seringkali juga berperi-laku seperti cakil……?

24 Februari 2011 pukul 18:40 · Batal Suka · 2.

.

** Isyana Dewa, Jakarta :

cakil, muncul dlm ‘perang kembang”, yang dalam penafsiran saya pribadi adalah :

 1. wahana bagi dalang untuk menunjukkan kepiawaiannya memainkan wayang kulit, khususnya dalam sabetan.

 2. wahana bagi penari, baik bambangan maupun cakilnya, un

tuk menunjukkan kebolehannya dalam olah gerak tari.

 3. wahana dalam wayang untuk menggambarkan, bahwa setiap langkah (baik), pasti ada hambatannya, antara lain sebagai hambatan adalah cakil dan raksasa kawan2nya. Cakil biasanya muncul ketika seorang satria/bambangan ‘turun gunung’ untuk memenuhi dharma kekesatriaannya, dan dia harus mengalahkan hambatan2 tsb, termasuk hambatan (=cakil2 dan raksasa2) dari dalam dirinya sendiri.

 

wayang di atas cukup bagus dan kreatif, meskipun menurut saya kepalanya terlalu besar, tidak sebanding dg badannya.

 

Maturnuwun tag-nya. Maju terus kesenian wayang nusantara, jangan biarkan musna..

24 Februari 2011 pukul 18:41 · Batal Suka · 1.

.

** Budi Soewirjo, Tangerang Selatan :

P Stanley > Sendhika dhawuh, kula cobi mawi software mangke.

M Bram, P Isyana > matur nuwun sampun kersa ‘ medhar sabda ‘ , nambah wawasan kita sadaya.

24 Februari 2011 pukul 18:54 · Suka.

.

** Isyana Dewa, Jakarta :

Halah, Pak Budi ethok2 ora pirsa…

24 Februari 2011 pukul 18:55 · Suka.

.

** Budi Soewirjo, Tangerang Selatan :

P Isyana > He3 … isa wae p Is. Nutup mata nganggo driji ning sithik2 dibenggangke kanggo nginjen … he3. Nuwun lho p Is. Sugeng dalu. Mugi P Is sakeluarga tansah pinaringan karahayon. Amin.

24 Februari 2011 pukul 18:58 · Suka · 1.

.

** Isyana Dewa, Jakarta :

sugeng dalu ugi Pak Budi. Mugi rahayu ugi, lan kraharjan ingkang pinanggih..

24 Februari 2011 pukul 19:02 · Batal Suka · 1.

.

** Bram Palgunadi, Bandung :

Mas Budi Adi Soewirjo ternyata engkau bisa juga melucu…… tulisanmu yang berisi ‘antawacana’ eta alus pisan euy, padahal basa jaman sakolah baheula, rasana didinya teh serius pisan….. he he he Beuki kolotz teh jadi beuki lucu euy….. (basa Sunda abdi teh ternyata ripuh pisan)..

24 Februari 2011 pukul 19:02 · Batal Suka · 1.

.

** Budi Soewirjo, Tangerang Selatan :

M Bram > Heu3 … Abdi mah ayeuna sdh takut nyarios sunda 😦 . Akang Sam bisa senyum2 mendengarnya.

Bandung … Bandung … 30 ~ 36 th lalu ketika pagi embun masih menghampiri kaca jendela Akang Sam di jl Marconi , kala tengah malam suara gamelan dan kepyak membahana di aula barat … hmm.

Bram, silaturachim dan kegilaan wayang kita harus tetap terjaga sampai akhir hayat. Nanti, ketika wancinya Ingkang Akarya Jagad nimbali , awake dewe sowan kanthi sumringah lahir batin.

Mugi Gusti angijabahaken.

Ayak-ayakan …

24 Februari 2011 pukul 19:25 · Suka · 1.

.

** Bram Palgunadi, Bandung :

Nggih Mas, menawi mangke kula dipun timbali Ingkang Kuwaos, sak saget-sagetipun menawi taksih kaparingan wekdal sawatawis, kula badhe nyuwun dipun iringi Gendhing Laler Mengeng Jangkep, minggah Ladrang Tlutur, lajeng minggah Ayak-ayak Tlutur gagrak Pesisir, kalajengaken Srepegan Tlutur, teras sampak Tlutur, suwukipun sirepan kados Talu. Lajeng dipun suluki sendhon Tlutur gagrak Pesisir. Kadosipun pas lan sae sanget kangge ngiringaken kula sowan mring ngarsanipun Gusti Ingkang Murbeng Dumadi…..

24 Februari 2011 pukul 19:33 · Batal Suka · 3.

.

** Stan Hendrawidjaja, Bogor :

Cakil adalah perlambang manusia yang celaka karena solah-tingkahnya sendiri, seperti telah diuraikan oleh P Bram Palgunadi dan P Isyana Dewa di atas. Pada Cakil semuanya berlebih: rahang bawah berlebih, bawa keris juga 2, 1 diwangking dan 1

 lagi dianggar; gerakan juga berlebihan, dsb. Akhirnya malah mati oleh kerisnya sendiri ..

 

Saya ada foto Cakil buatan era 80-an,ternyata seperti statement Mas Kasman sendiri, bahwa dalam perjalanannya mencari kesempurnaan bentuk wayang, mula2 beliau ‘lari’ meninggalkan bentuk klasik, tetapi makin lama makin merasakan keindahan yang terkandung pada design wayang klasik,sehingga bentuk2 Wayang Ukur di era 80 dan 90-an makin terasa mendekati lagi bentuk klasik. Ini akan terlihat jelas bila kita sandingkan kedua Cakil Wayang Ukur ini nanti ..

24 Februari 2011 pukul 19:40 · Suka · 2.

.

** Budi Soewirjo, Tangerang Selatan :

Lha inggih. Bebrayan Jawi mesthinipun saged mekaten. Ing bebrayan Bali, irid-iridan layon tumuju pasetran kairingi gendhing gamelan Bali instrument ringkes (ceng2 kaliyan kethuk lan setunggal gong). Ananging ing mrika malah gendhing ingkang iramanipun gembira ‘ Bale Ganjur ‘ lan rame sanget.

Sumangga Mas, mugi saged kasembadan punapa ingkang dipun galih.

24 Februari 2011 pukul 19:41 · Suka · 1.

.

** Budi Soewirjo, Tangerang Selatan :

P Stanley > Matur nuwun tambahannya sbg wawasan kita.

 

Mengenai paragraf kedua Bapak, cocok dgn cerita m Bram Palgunadi (yg dr dulu s/d skrng mukim di Bandung & terus giat ‘mengawal’ di PSTK ITB ; sedangkan saya sdh ciao dr Bandung) bhw di era 1980-an alm Ki Sigit Sukasman matur ke alm Ir Suhartoyo (motor ekplorasi wayang ukur di PSTK ITB) , mau nyuwun kembali semua wayang ukur era 1970-an, keinginannya sangat kuat bahkan uang yang pernah diterima alm Ki Sigit Sukasman utk biaya pembuatan wayang ukur era 1970-an akan dikembalikan semua.

 

Lha, entah, apakah ini sifat2 nyleneh empu atau pakar seni , alm Ki Sigit Sukasman ‘ kawetu ‘ niatnya utk membakar semua karya nya sendiri. Alasan nya : dia merasa ‘ getun ‘ kok menghasilkan karya seni kriya wayang kulit purwa Jawa seperti itu. Masyarakat tak usah lagi melihat bentuk karya nya yang era 1970-an.

 

Alm Ir Suhartoyo tidak memenuhi permintaan alam Ki Sigit Sukasman dan meminta wayang ukur tsb disimpan di PSTK ITB.

 

Nuwun.

24 Februari 2011 pukul 19:54 · Suka.

.

** Sam Askari Soemadipradja, Bandung :

wadoooh….susah ngerti…nuhun…..

24 Februari 2011 pukul 19:59 · Suka.

.

** Mawan Sugiyanto, Depok :

hmmm… ning nang nung .. rep sidem permanem datan ana sabawane.. walang alisik.. gegodongan datan ebah samirana datan lumampah…

 

masih setia menyimak dengan baik, terima kasih para senior PSTK-ITB Pak Budi, Pak Bram selalu nguri-uri lan memetri wayang.

 

ternyata kula gadhah simpanan Cakil saking pagelaran Wayang Ukur di TMII. Kula tambah ing ngandap njih Pak Budi.

24 Februari 2011 pukul 20:00 · Suka.

.

** Budi Soewirjo, Tangerang Selatan :

Akang Sam > Puuunteeen … nanti kami siapkan bahasa Nusantara nya.

24 Februari 2011 pukul 20:00 · Suka · 1.

.

** Sam Askari Soemadipradja, Bandung :

heu heu……

24 Februari 2011 pukul 20:04 · Suka.

.

** Stan Hendrawidjaja, Bogor :

Mas Kasman (saya tidak leluasa menyebutnya sebagai Ki Sigit Sukasman – maaf) telah memperkaya khazanah pewayangan kita dengan Wayang Ukur-nya yang memiliki ciri khas dan tidak ada duanya dalam jagad Pewayangan: mengintegrasikan unsur ART NOUVEAU ke dalam ornamentasi wayang sedemikian elegannya sehingga terbentuk suatu style yang baru, yang lain dari yang telah ada, namun tetap WAYANG!

24 Februari 2011 pukul 20:04 · Suka.

.

** Budi Soewirjo, Tangerang Selatan :

Mangga’ atuh dik Mawan ( blm terlalu lama lulus dr Bogor, bhs Sunda nya pasti masih ‘mlipis’ ).

Hebat … hebat … kita akan lihat yang kagungan p Stanley era 1980-an , dan lihat foto dik Mawan yang era 2010-an.

24 Februari 2011 pukul 20:04 · Suka.

.

** Budi Soewirjo, Tangerang Selatan :

Dik Mawan > dlm pidato sambutan para sepuh sblm pentas wayang kulit Ki Purbo Asmoro di Unkris Jatiwaringin , awal tahun 2011 , pituturnya : jangan hanya nguri-uri, tapi juga harus nguripke wayang.

( catatan : apakah sebenarnya dlm kata nguri-uri sdh terkandung maksud nguripke ? )

24 Februari 2011 pukul 20:09 · Suka.

.

** Stan Hendrawidjaja, Bogor :

menurut pendapat saya, ‘nguri-uri’ itu lebih ke memelihara/mempreservasi yang sudah ada, sedangkan ‘nguripake’ lebih ke pengertian pengembangan, membuat sesuatu yang belum ada nunggak semi pada yang sudah ada ..

maaf lho klo keliru pendapat saya ini ..

24 Februari 2011 pukul 20:19 · Suka.

.

** Wuku Wayang, Bekasi :

iya,saya lebih condong ke nguripake budaya…budaya itu memang harus berkembang kok…udah perintah Yg Menciptakan,klo mau tidak punah ya harus berkembang….:)

24 Februari 2011 pukul 20:24 · Suka.

.

** Mawan Sugiyanto, Depok :

‎@Pak Budi : foto cakil yang ini hanya kebetulan saja Pak, versi cepat.. kebetulan menyimpan Cakil. Sepertinya tahunnya 1992 .. karena hanya terlihat separuh.

 

@Pak Stan : kalau kata “memetri” itu dari kata apa Pak? meski e-wayang slogannya “nguri-uri lan memetri kabudayan” sebenarnya belum tahu makna tersurat dan tersiratnya secara gamblang.

 

24 Februari 2011 pukul 20:25 · Suka.

.

** Stan Hendrawidjaja, Bogor :

Wah, Mas Mawan klo nanya jangan yang susah2 .. he .. he .. Doc Atjok, apa tuh artinya ‘memetri’ seperti dalam kata Paguyuban ‘Memetri Wiji’ di Solo?

24 Februari 2011 pukul 20:33 · Suka.

.

** Mawan Sugiyanto, Depok :

Sudah ditambahkan untuk wayang ukur era 90an. Tertulis di palemahan 27-11-92.

@Pak Stan : 🙂 maklum Pak, kami yang muda masih taklid buta dulu.. biar tidak ikut2an jadi “santri koplak”

24 Februari 2011 pukul 20:35 · Suka.

.

** Wuku Wayang, Bekasi :

Memetri itu di Jogja…klo Sala,namanya ngrukti….hehe

24 Februari 2011 pukul 20:45 · Suka.

.

** Stan Hendrawidjaja, Bogor :

lha ini Cakil era 1992 mirip banget dengan yang era 80-an Mas Mawan ..

24 Februari 2011 pukul 20:48 · Suka.

.

** Mawan Sugiyanto, Depok :

ooo.. pahtan mas-masan dan bintulunya keluar lagi .. 🙂

24 Februari 2011 pukul 20:51 · Suka.

.

** Stan Hendrawidjaja, Bogor :

Cakil tahun 1978 ana kalamenjinge barang .. anatominya sangat manusiawi n ke arah realism-naturalism, jadi memang kalau dilihat lagi memang perjalanan seni Mas Kasman itu mundur dulu beberapa langkah untuk kemudian ‘lari’ ke depan ..

24 Februari 2011 pukul 20:59 · Suka.

.

** Stan Hendrawidjaja, Bogor :

Pablo Picasso dan pelukis2 ternama yang lain juga selalu melewati phase realism-naturalism dulu sebelum menemukan style-nya sendiri di tlatah surrealism atau expressionism ..

24 Februari 2011 pukul 21:03 · Suka · 1.

.

** Wuku Wayang, Bekasi :

iya betul…sebaiknya emang begitu fasenya…jangan langsung lompat ke ekspresionis dulu klo yg naturalis belum menguasai….:)

24 Februari 2011 pukul 21:09 · Suka.

.

* * Joko Khelek, Jakarta :

Aku tetap suka yang gambar bawah…lebih ekpresif. tidak jauh dari pekem…tapi mengalami pembaruan yang cukup baik…

24 Februari 2011 pukul 22:22 · Suka.

.

** Tjahjono Rahardjo, Semarang :

Saya sependapat dengan Mas Joko Khelek

25 Februari 2011 pukul 7:02 · Suka.

.

** Widyanto Dn, BSD :

Ooh ada pak Stanley di sini. Selamat pagi pak, masih ingat saya?

25 Februari 2011 pukul 7:10 · Suka.

.

** Begawan Ciptaning Mintaraga, Denpasar :

Cangkul eh salah maaf, Cakil selalu bermata kriyipan sebagai perlambang licik dan meremehkan orang lain. Jadi saya pun lebih suka dengan yang bawah sesuai dengan perwatakan Cakil yang gemulai dan menyebalkan hehehehehe

25 Februari 2011 pukul 8:03 · Suka.

.

** Stan Hendrawidjaja, Bogor :

Inget banget sama Widyanto Dwi Nugroho .. he .. he .. akhirnya nglumpuk juga di sini ..

25 Februari 2011 pukul 10:26 · Suka.

.

** Wayang Nusantara (Indonesian Shadow Puppets) :

P Stanley, dik Mawan lan para kadang sutresna > Posting sudah saya lengkapi dengan tampilan foto sumbangan P Stanley : Cakil Wayang Ukur era 1985 , smg kita bisa makin memahami Wayang Ukur. Sumangga. Nuwun. BAS

26 Februari 2011 pukul 7:20 · Suka.

.

** Mawan Sugiyanto, Depok :

matur nuwun Pak.. hikmahnya bagi saya secara visual mungkin memang kita harus bisa eksplorasi lebih lanjut bahwa tidak hanya bledekan, garuda mungkur, gajah mungkur, singa mungkur, lawa mungkur, bangau mungkur, badak mungkur, naga mungkur, kumbang mungkur, …….

26 Februari 2011 pukul 8:54 · Suka.

.

** Stan Hendrawidjaja, Bogor :

Kemungkinan ‘perjalanan’ mencari bentuk wayang seperti yang dialami Sigit Sukasman ini juga pernah djalani oleh empu2 wayang kita zaman dahulu, hingga tercapailah ‘bentuk dasar’ yang sekarang ini sebagai yang paling optimal.

 

Namun tetap saja masih menyisakan ‘ruang gerak’ yang cukup luas bagi kita untuk mengembangkannya, misalnya design ornamentasi (seperti disebutkan Mas Mawan di atas), tatahan, detail2 tangan dan kaki (menampilkan jempol kaki?), stilisasi pada wayang Kapi n Raksasa, dsb. dsb.

 

Saya berikan satu contoh yang menurut pendapat saya sudah ‘jatuh tempo’ untuk dibenahi: design TALI PRABA, yang sangat tidak logis! Coba kita pikirkan lagi bersama, karena yang sekarang ini sangat sangat mengganggu logika .. Ayo Dik Christ, Mas Rudy WP, dll. yang suka nyorek, saya yakin ada solusi yang lebih baik. Mulailah dari tali praba Dewasrani atau Ratu Sabrangan Bagus yang tidak memakai kalung ulur-ulur! …

 

26 Februari 2011 pukul 9:57 · Suka.

.

** Mawan Sugiyanto, Depok :

di bagian apa ya Pak yang mengganggu? kok bagi saya masih ok.. mengikat praba… kemudian ada lipatan belakang.

26 Februari 2011 pukul 10:13 · Suka.

.

** Stan Hendrawidjaja, Bogor :

Logisnya tali praba tidak menyilang di depan dada, melainkan dari belakang hanya mengait di bahu kiri n kanan, balik ke belakang lagi.Coba bandingkan dengan tali praba pada Wayang Wong ..

26 Februari 2011 pukul 10:28 · Suka.

.

** Iskandar Sumowiloto, Purwokerto :

Pengalaman saya, sebagai orang yang kurang prigel ‘nyabetke wayang’, ndhalang di PSTK ITB menggunakan Cakilnya Pak Kasman , lebih susah diperagakan.

26 Februari 2011 pukul 15:50 · Suka.

Ragam Gelang Kaki di Wayang Ukur era 1978.


Ragam Gelang Kaki di Wayang Ukur era 1978.

Dipersiapkan pertama kali oleh Wayang Nusantara (Indonesian Shadow Puppets) pada 3 Juni 2011 pukul 23:25 · : https://www.facebook.com/note.php?note_id=10150327637391110

.

Ragam Gelang Kaki di Wayang Ukur era 1978.

Setelah sebelumnya ada atikel  Ragam Kelatbau / Gelang Lengan Wayang Ukur era 1978 , sekarang ditampilkan Ragam Gelang Kaki Wayang Ukur era 1978.

Penampilan kali ini ada 8 tokoh ( dari banyak tokoh yang belum ditampilkan ).

Terima kasih kepada mbak Dewi Kirana Wu, Pekanbaru, Riau yang telah memotret detail-detail gelang kaki ini.

.

Gelang kaki Nakula. File name : WU78 DKW007.

.

Gelang kaki Kresna. File name : WU78 DKW0032.

.

Gelang kaki Baladewa. File name : WU78 DKW0050.

.

Gelang kaki Lesmana Mandrakumara. File name : WU78 DKW0058

.

Gelang kaki Raja Sabrang. File name : WU78 DKW0067.

.

Gelang kaki Durna. File name : WU78 DKW0079.

.

Gelang kaki tokoh yg belum teridentifikasi. File name : WU78 DKW0097.

.

Gelang kaki Cakil. File name : WU78 DKW0107

.

.

Kutipan komentar di Facebook :

Stan Hendrawidjaja, Bogor :
spt terlihat di sini dan Chapter Kelatbau, rupanya burung, ikan, kuda laut, siput, dll. banyak memberi Ki SS inspirasi dalam memuat design2 Wayang Ukurnya ..
4 Juni 2011 pukul 9:37

Wayang Ukur era 1978 Tersimpan di PSTK ITB.


Dua buah album foto Wayang Ukur pernah dipersiapkan di halaman Facebook group Wayang Nusantara tahun 2011. Pada waktu itu sudah terpikir untuk membuat sebuah blog khusus Wayang Ukur. Sementara blog tersebut belum terbentuk, maka foto-foto wayang ukur era 1978 – yang sekarang tersimpan di PSTK  ITB – ditampilkan di halaman Facebook group Wayang Nusantara.

Di bawah ini catatan untuk album tersebut :

.

1. Album pertama.

Album foto ini didedikasikan untuk menampilkan Wayang Ukur karya alm Ki Sigit Sukasman era tahun 1978 ~ 1979, yang saat ini tersimpan di PSTK ITB ( Perkumpulan Seni Tari & Karawitan – Institut Teknologi Bandung ).

Pada tahun 1978 ~ 1979 , almarhum Ir Suhartoyo memotori suatu kegiatan ekplorasi wayang ukur bersama almarhum Ki Sigit Sukasman dan PSTK – ITB. Waktu itu sebutannya adalah Wayang Indonesia ( meskipun pada waktu itu menerima kritik bahwa wayang tersebut belum bisa dinamai Wayang Indonesia karena unsur Jawa nya sangat dominan dan belum mengandung unsur budaya non-Jawa ). Bagaimanapun pentas wayang tersebut sudah memakai bahasa Indonesia sepenuhnya. Cerita, dialog, lagu pengiring adalah ciptaan almarhum Ki Sigit Sukasman dengan tambahan lagu ciptaan almarhum Ki Nartosabdo.

Pentas tersebut dimulai dengan munculnya dua ekor burung garuda dan diiringi lagu bertemakan burung garuda. Kalimat pertama lagu berbunyi : “ Dua ekor Garuda ….. “ . Wayang garuda ini dibuat dari kulit tembus cahaya ( transparan ), warnanya tembus dengan bagus.

[ Dengan segala hormat kepada alm Ki Sigit Sukasman. Pada waktu itu, mahasiswa PSTK ITB suka guyonan khas mahasiswa ( tanpa maksud apa-apa yg buruk ), kalau mau latihan suka pada ngajak temannya begini : “ Ayo latihan wayang dua ekor … “ ]

Tgl 20 Pebruari 2011 saya Budi Adi Soewirjo ( alumni PSTK ITB & penggiat wayang di dunia maya ), dik Mawan Sugiyanto ( penggiat wayang digital pengasuh laman e-wayang ), mas Bram Palgunadi ( penggiat PSTK ITB, yg kala th 1979 an terlibat ekplorasi pentas wayang ukur di ITB bersama alm Ki Sigit Sukasman, alm Ir. Suhartoyo, rekan2 PSTK ITB ; saat ini penggiat wayang di Bandung ), mas Hoetomo Djoko Wijoto ( alumni PSTK ITB & penggiat tari Jawa di Jakarta ) ; sudah memotret kurang lebih 67 an wayang ukur karya alm Ki Sigit Sukasman era 1978 ~ 1979 yang tersimpan di PSTK ITB.

Foto-foto  tsb akan secara berkala kami unggah ke album foto di group Facebook Wayang Nusantara. Akan sangat menarik mengamati karya alm Ki Sigit Sukasman yang era 1978 dan kemudian membandingkan dengan yang era pertengahan 1980 an ( koleksi P Stan Hendrawidjaja, Bogor ). Dari pengamatan tersebut kita akan bisa mengikuti perjalanan kreatif almarhum Ki Sigit Sukasman, serta meng apresiasi keindahan karya-karya kreatif tersebut.

Semoga penampilan foto-foto  tersebut nantinya bisa bermanfaat bagi kita semua.

Nuwun.
Budi Adi Soewirjo

.

2. Album kedua.

Album kedua ini berisi foto-foto yang dibuat Dewi Kirana Wu, Pekanbaru pada 01 Mei 2011.

Catatan dari Dewi Kirana Wu, Pekanbaru :

ps: foto ini tanda apresiasi saya akan wayang di nusantara. semoga teman2 sesama pecinta wayang dapat menikmatinya. terimakasih banyak p Budi S , p Bram P dan mas Rangga yang sudah banyak membantu selama berlangsung nya sesi pemotretan.

potograper : Dewi Kirana Wu

Komentar-komentar :

Mawan Sugiyanto, Depok :

sip foto wayang dua burung .. lebih dekat. Kalau yang kemarin maunya upload per waktu. sip sip .. wah kameranya lebih OK
4 Mei 2011 pukul 9:28 ·

Bram Palgunadi, Bandung :

Maaf Mbak Dewi Kirana dan Mas Budi Adi, hari Minggu kemarin itu saya benar-benar kepingin tidur, setelah delapan hari nggak tidur dengan benar. Jadi maaf sekali nggak bisa menemani motret Wayang Dua Ekor (Wayang Ukur)….
4 Mei 2011 pukul 10:40 ·

Mawan Sugiyanto, Depok :

oh iya . Dua Ekor
4 Mei 2011 pukul 11:07 ·

Bram Palgunadi, Bandung :

Ya disebut Wayang Dua Burung juga nggak apa-apa, kan memang ada dua burung…. Kalau sebutan ‘dua ekor’ itu asalanya dari syairnya Mbah Narto Sabdho almarhum yang bunyinya: “Dua ekor garuda melayang….” he he..
4 Mei 2011 pukul 11:17 ·

Bram Palgunadi, Bandung :

Nanti, lain kali jika ada kesempatan, ada baiknya kita buat foto wayang golek koleksinya Mas Tutun Hatta Saputra, yang juga bagus-bagus……. Dua di antaranya, Togog dan Sarawita, dikoleksi Mas Sam Askari, bentukrupanya bagus sekali lo….
4 Mei 2011 pukul 11:20 ·

Michael Richardson, USA :

10,000 x terima kasih! Ini pertama kali saya lihat kebanyakkan contoh2 ini.
4 Mei 2011 pukul 23:30 ·

Aryo Sunaryo ArtiStudio, Semarang :

sy sangat mengapresiasi pendokumentasian wayangukur ini. kameranya juga cukup bagus. sayang background-nya kain. seandainya pakai kertas duplek (karton dus, tp diambil bagian yg putih) hasilnya akan lebih baik….
5 Mei 2011 pukul 0:31 ·

Budi Soewirjo, Tangerang Selatan :

Dua jempol diacungkan ke atas. Salut utk mbak Dewi Kirana Wu yg tlh mendedikasikan empat hari waktunya jauh2 datang dari Pekanbaru khusus utk menghadiri acara2 n mendokumentasikan kegiatan Bandung Wayang Festival. Di hari terakhir dengan kuat menghadiri acara seminar dari pagi terus dilanjutkan pentas sore n semalam suntuk pentas wayang kulit purwa. Keesokan harinya ikut bersama rombongan truk pengangkut gamelan kembali (dari Itenas) ke PSTK ITB. Langsung dilanjutkan pemotretan wayang ukur era 1978 an yang tersimpan di PSTK ITB. Dan tak terlalu lama hasil foto sdh di unggah ke laman Wanus. Smg semangat apresiasi mbak Dewi Kirana Wu menulari n menginspirasi generasi muda Nusantara untuk terus meng-apreiasi serta mengembangkan wayang Nusantara. Salam hangat.
5 Mei 2011 pukul 10:30 ·

Budi Soewirjo, Tangerang Selatan :

Utk sesi pemotretan di PSTK ITB, trm ksh diucapkan kepada Ketua n Pengurus baru PSTK ITB, juga sdr Rangga (yang aku baru kenal di pentas wayang kulit purwa hari terakhir BWF, pemuda yg menggeluti komunikasi visual n fotography), juga Sdr Bogi (yg menyempatkan diri membantu di sela2 tugasnya menguraikan pertanggung jawaban pengurus lama PSTK ITB), Sdr. Wahid, dll yang tidak bisa disebut satu2.
5 Mei 2011 pukul 10:35 ·

Budi Soewirjo, Tangerang Selatan :

@ m Aryo, Smg > trm ksh sarannya.
5 Mei 2011 pukul 10:36 ·

Budi Soewirjo, Tangerang Selatan :

Pada saat pemotretan, saya minta mbak Dewi utk memotret figure utuh kmdn dilanjutkan tembakan ke bagian-bagian detail : kepala, tangan n badan, kaki, kelat bau, gelang kaki dan bagian lain yg menarik. Di maksudkan agar dokumentasi ini bisa jadi bahan kajian siapapun yang ingin tahu terinci dari wayang ukur. Rangkaian foto yang seperti ini yang akan saya usulkan kepada rekan2 penggila wayang lain utk bisa diunggah ke server wayang di host komputer UGM . … Ayo institusi atau pribadi mana lagi di Indonesia yang sukarela menyediakan komputernya untuk host file digital wayang Nusantara … he3 … maaf … sedikit menyemangati yang lain.
5 Mei 2011 pukul 10:42 ·

Budi Soewirjo, Tangerang Selatan :

Setelah mbak Dewi unggah foto-foto Wayang Ukur era 1978 ini, tugas saya memberikan keterangan tentang foto tersebut, terutama nama tokoh. Mohon sabar ya. Sekalian jika ada pembaca yang mempunyai data atau info lain silakan berbagi. Kemudian setelah itu koordinasi kembali dgn p Stanley Hendrawidjaja di Bogor untuk study-komparasi ( niatannya … mudah2 terlaksana ) dengan Wayang Ukur era 1988 yang fisiknya atau foto2nya banyak dimiliki beliau. Semoga perjalanan kreatif ki Sigit Sukasman sedikit demi sedikit bisa di-napak tilas-i oleh generasi muda Nusantara. Salam
5 Mei 2011 pukul 10:46 ·

Budi Soewirjo, Tangerang Selatan :

Kepada rekan2 PSTK ITB yang sekitar 1978 ~ 1980 ( Iskandar Sumowiloto, Lukman Samboja) yang terlibat langsung pakeliran Wayang Ukur di ITB, mohon bisa berbagi tulisan apa saja ttg pentas tsb. Tentang cerita / lakon, tentang syair2 gending nya, juga tentang pengalaman ber-ekplorasi dengan Ki Sigit Sukasman. Kita kumpulkan kembali semua kenangan tersebut. … Kalau jaman sekarang kan populernya … Tribute to Ki Sigit Sukasman.
5 Mei 2011 pukul 10:54 ·

Lukman Samboja, Bandung :

Baik mas Budi, nanti dikumpulkan lagi arsip2 waktu pentas wayang ukur / dua ekor / indonesia.
5 Mei 2011 pukul 15:56 ·

Bp Pstk Itb, Bandung :

Terimakasih juga sudah mau mendokumentasikan wayang kami Pak, kami kebetulan belum sempat2..niki belum semua diupload nggih? di arsip kami ada pementasan wayang ukur ’96, syukuran gamelan baru Kyai Sekar Ganesha Lokananta lakon “Jalan Pembebasan” masih lengkap..
7 Mei 2011 pukul 11:22 ·

Wayang Nusantara (Indonesian Shadow Puppets), Jakarta :

@ Lukman S, dan PSTK ITB > Trm ksh respons nya. Mari silakan dikumpulkan utk disusun menjadi suatu tampilan yang menarik.
8 Mei 2011 pukul 3:24 ·

Lambang dan arti tersembunyi dalam rupa wayang. – [ wayang ukur ]


Lambang dan arti tersembunyi dalam rupa wayang.

pernah disiapkan di Wayang Nusantara (Indonesian Shadow Puppets) pada 2 April 2011 pukul 8:29 · https://www.facebook.com/note.php?note_id=10150241475691110

 

admin: tulisan ini merupakan “potongan”/ bagian dari makalah/naskah mendiang Sigit Sukasman, pencipta Wayang Ukur : SEGI SENI RUPA WAYANG KULIT PURWA DAN PERKEMBANGANNYA – dari kumpulan naskah / buku RUPA WAYANG DALAM SENIRUPA KONTEMPORER INDONESIA pada Pameran Seni Rupa Kontemporer PEKAN WAYANG INDONESIA ke VI tahun 1993.

 

Lambang dan arti tersembunyi dalam rupa wayang.

Membicarakan dunia senirupa wayang tidak mungkin dilepaskan dari fungsinya yang ganda. Seperti halnya raksasa, Semar –Togog juga lebih gemuk dari manusia, tetapi bentuk tubuh keseluruhan berbentuk bulat, rupanya ini merupakan lambang, bahwa setiap perubahan jaman apapun keduanya mudah mengikuti perubahan jaman, menggelundung terus, tanpa cedera. Tetapi kedudukannya tetap di bawah, tidak pernah berkeinginan menuntut haknya semula : sebagai dewa.

Sebaliknya Batara Guru yang memnjadi penguasa dunia, kakinya digambarkan lumpuh, tanpa jasa Lembu Andini, dia tidak dapat bergerak, sementara tokoh aslinya dari India : Shiva, dewa perusak, tidak lumpuh. Apakah ini merupakan sindiran. Yang jelas tidak mungkin si penguasa sempat mengerjakan ideanya yang terlalu banyak sendirian, juga empat tangan yang sementara orang menganggap sebagai cacat, mungkin lambang akan kekuasaannya , ia mampu berbuat banyak.

Pada “Apa dan Siapa Semar” karya Ir.Sri Mulyono halaman 55 tertulis : “Togog yang lahir dari penjelmaan kulit telur itu, merupakan simbol suatu hidup yang benar-benar laksana kulit tanpa isi, yaitu laksana manusia yang mementingkan wadah sedang isinya kosong. Pendek kata mementingkan masalah duniawi, atau perut dan mulut saja, karena itu ia mengikuti para raksasa.”

Dugaan saya, telur adalah satu kesatuan. Justru pada kulitlah tergantung keselamatan kuning dan putih telur, retak sedikit saja sebelum menetas meng-akibatkan busuknya si kuning dan si putih telur. Putih telur bertindak sebagai makanan untuk kuning telur. Pada saat si putih sudah habis, si kulit harus pecah pula, karena si kuning sudah bernyawa, siap menjadi raja di Kahyangan. Batara Guru (si kuning) letaknya di atas manusia, sedangkan Semar Togog (si putih dan si kulit) letaknya di bawah manusia.

.

 

foto togog – wayang ukur

.

Togog yang selalu memberikan nasihat kepada majikannya dari kelompok yang jahat, dengan cara yang blak-blakan dan dengan sura yang keras. Yang diberi nasihat biasanya orang yang ceroboh, keras kepala. Bentuk mulut Togog lebar, mata membelalak besar dan hidung yang berlobang besar pula.

Semar yang selalu memberikan nasihat kepada orang yang aik-baik, bijaksana dengan cara yang samar, tidak blak-blakan, penuh perlambang. Mata Semar tertutup blobok tebal, hidung penuh ingus, telinga disumbat dengan cabe besar. Bentuk tubuhnya tidak berkesan lelaki tidak pula perempuan. Dia tidak mendukung, tidak pula menentang, selalu dalam situsi netral, ini dipertegas dengan raut muka seperti orang mati. Kalau tertawa becampur dengan menangis, kalau menangis campur tertawa, suatu usaha menutupi perasaan dirinya sendiri. Kepura-puraanya bahwa dia tidak tahu apa-apa, sekedar memberikan kesempatan luas kepada asuhannya agar berpikir kritis. Perutnya yang besar pandai menyimpan rahasia.

.

 

foto semar – wayang ukur

.

Bentuk tubuh Togog dan Semar bulat, lunak, mudah menggelundung, menyesuaikan diri dengan situasi, keduanya tidak mempunyai cita-cita untuk dirinya sendiri, bahkan tidak beristri. Dalam kitab “Sudamala” disebutkan bahwa Semar jatuh cinta kepada Nini Towok, yang melambangkan Semar jatuh cinta kepada semua leluhur, seperti kita ketahui Nini Towok adalah “alat” untuk memanggil roh nenek moyang.

Petruk dengan tubuh yang serba berlebih dan tampak sangat gesit dan suka menggoda serta selalu menguasai keadaan. Petruk di anggap sebagai simbol “rasa”. Petruk gaya Solo yang beratribut “muntu” alat pelumat sambal, lebih mempertegas perlambang rasa.

Sementara itu Gareng dengan cacad-cacad yang banyak sekali pada tubuhnya dianggap sebagai lambang “pikir”, apapun kalau dipikir seolah-olah akan serba mengecewakan.

Petruk dapat disimbolkan sebagai lambang yang berenergi positif, sedang Gareng lambang energi negatif. Setiap adegan “gara-gara” Petruk dan Gareng selalu bertengkar dan tentu saja Petruk yang “menang”. Sementara itu Bagong yang sebelumnya dipihak Gareng membujuk Petruk untuk berdamai dan Petruk justru menggendongnya.

Di hadapan Semar , Semar mereka meminta membawakan lagu sambil menari, merangsang Petruk, Gareng dan Bagong berpacu dalam berdendang, dengan seni mereka bersatu meskipun mereka mempertahankan pendiriannya sendiri-sendiri, tetapi toleransi tetap dijunjung tinggi.

Arjuna dalam pewayangan Jawa sangat diistimewakan, karena dianggap lelananing jagat, satu-satunya lelaki yang terhebat di dunia ini. Seperti dari asalnya, Arjuna Jawa ini juga ahli memanah, ternyata perkataan “manah “dalam bahasa Jawa diberi arti lain yaitu “menggalih“, menimbang rasa. Yogi bear : ” You can’t think and hit at the same time” (Peter’ quatations USA).

.

 

foto nini thowok – rijksmuseum KITLV

.

Saya menjadi heran dan tak habis pikir, mengapa wayang, filsafat, cerita maupun pementasannya dianggap sempurna, yang berarti tak boleh digeser sedikitpun? Mengapa menilai seni rakyat seperti menilai ilmu pengetahuan eksakta, teknologi maupun religi, yang tidak boleh ditawar-tawar lagi.

Dunia seni wayang sangat luwes, mampu menyesuaikan diri dengan situasi apapun.

………

 

Komentar yang tertulis di Facebook :

 

Riduan Ahmad :

hindu – jawa – islam yang sama2 datang tumbuh n berkembang di JAWA mski beda pengartian namun memiliki tujuan yg sama
beriman ; saling menghargai ; memberi n menerima
2 April 2011 pukul 9:00 ·

 

Stan Hendrawidjaja :

pemikiran2 Mas Kasman ternyata sangat dalam dan didasari filosofi yg tinggi, sebaiknya memang dipublikasikan agar dpt di-share dengan masyarakat ..
2 April 2011 pukul 12:07 ·

 

Tricky Priyambodo :

Memang budaya wayang yang adiluhung tidak terbatas pada bayangan fisik wayang kulit yang memang sudah luar biasa. Jiwa dan karakter yang terkandung didalam wujud fisik lebih perlu dihali untuk lebih memahami kosmologi yang tentu sangat kompleks..

Akan tetapi dengan memahami seluruh ‘wewayangan tersebut’ barangkali akan terkuak, dinamika sosial dan psikologis masyarakat di alam nyata…
3 April 2011 pukul 6:28 ·

Wayang Ukur ? Nama yang Aneh.


Wayang Ukur ?  Nama yang aneh.

Kutipan komentar di Facebook.

 

Wuku Wayang, Bekasi :

nyuwun pangapunten…mau tanya, apa yg dimaksud dgn wayang ukur itu? apanya yg terukur? dimensi sturktur anatomis tubuhnya atau bagaimana? matur nuwun pak Stanley…bagus semua koleksinya…

01 Januari 2011

 

Stan Hendrawidjaja, Bogor :

Wayang Ukur adalah nama yan diberikan oleh alm. Pak Boediardjo kepada wayang2 ciptaan Sigit Sukasman. Dinamakan Wayang Ukur karena tidak ada pembakuan/rumusan ukuran dalam ‘boneka2’ wayang, sehingga Sigit Sukasman pada awalnya harus selalu meng-ukur2 dan membanding2kan ukuran2 tsb. antara wayang yang satu dengan yang lain. Dari situ muncul istilah Wayang Ukur. 

Kados mekaten pratelanipun Mas Wuku ..

01 Januari 2011

 

Wuku Wayang, Bekasi :

ooo kados makaten…mirip dengan keris kamardikan napa?…lupakan petungan ?…hehe

01 Januari 2011

 

Stan Hendrawidjaja, Bogor :

bukan lupakan petungan, tetapi dia menemukan rumusan2 ukuran untuk wayang yang sebelumnya belum pernah ditulis ataupun dpublikasikani .. Namun seperti apa rumusan2 ukuran itu saya juga belum tahu Mas ..

01 Januari 2011

Navigasi Pos